Senin, 30 Oktober 2017

Bakso. Bakpao. Bakmi. Bakwan. Bakero

Bakso. Bakpao. Bakmi. Bakwan. Bakero
Bakso. Bakpao. Bakmi. Bakwan. Bakero

Mari kita sementara waktu keluar menurut hiruk pikur dan euforia Pilgub DKI yg istilah-ucapnya (perhitungan cepat) akan dimenangi sang pasangan kotak-kotak.

Begitu poly masakan dan jajanan di Indonesia yg diawali memakai suku istilah bak. Bakpao, Bakso, Bakwan, Bakpia, Bakmi, dan mungkin masih ada lagi yg lain. Ironisnya, poly di antara kita yg nir mengerti arti sebetulnya atau asal istilah menurut masakan-masakan di atas. Bahkan, penjualnya sendiri nir tahu.

Silabel bak diambil menurut bahasa Hokkian yg artinya daging. Namun, seiring memakai norma orang Tiongkok yg lebih senang makan daging Babi daripada daging merah yg lainnya maka istilah bak pun mengalami spesialisasi. Yaitu pergeseran makna menurut umum ke khusus.

Jadi, kepada awalnya, arti menurut Bakpao ialah daging babi yg dibungkus, alasannya adalah pao berarti bungkusan. Sedangkan Bakso dan Bakmi mempunyai arti daging babi giling dan mi babi. Lalu Bakpia berarti kudapan manis berisi daging babi. Ketika masakan-masakan ini mulai berkembang di Indonesia yg lebih poly didominasi muslim dan mengharamkan konsumsi daging babi dan lalu membarui isi menurut masakan-masakan tadi, mungkin sekali orang-orang Tionghoa merasa geli jikalau melihat ada plang Bakso Ayam, Bakso daging, atau Bakmi Ayam. Saat itu hal ini adalah sebuah misnomer (penamaan yg keliru). Mungkin yg lebih tepat dikala itu ialah So Daging Sapi, Pao Kacang Hijau, Mie Ayam dan seterusnya.

Mereka mungkin lebih geli lagi ketika mendengar Bakwan Jagung dan mungkin mampu terbahak-bahak ketika melihat wujudnya yg gepeng dan agak ada-ada. Sangat jauh sekali menurut akar istilah Bakwan sesungguhnya yg berarti daging babi bulat (wan berarti bundar atau bulat). Penggunaan istilah bakwan yg mendekati aslinya mampu kita lihat di Surabaya-Malang dan Bangka Belitung. Beberapa asal bahkan menyebutkan, termasuk Oma aku, bahwa bakso dan bakwan ialah masakan yg sama persis. Bakpia yg sesungguhnya maupun lebih poly kita jumpai di Surabaya bukan di Jogjakarta seperti asumsi orang selama ini.

Inilah kenyataan bahasa. Dia luwes mengikuti perkembangan sosio-kultur di mana dia diadopsi dan dikembangkan. Toh, rasa-cita rasanya nir ada etnis Tionghoa yg menyatakan keberatan alasannya adalah pergeseran makna ini.

Selagi menulis ini, aku melihat-lihat KBBI cetakan ke-tiga. Tercantum istilah bakero yg telah aku kenal ketika masih senang membaca-baca komik Jepang. Artinya dalam KBBI sama persis memakai istilah Jepang aslinya, yaitu kurang pandai. Tidak paham aku bagaimana sejarahnya istilah ini mampu masuk dalam khazanah Bahasa Indonesia. Lalu, bagaimana memakai istilah bakau? Saya harap istilah ini nir mengalami pergeseran makna menurut nama tanaman pokok yg tumbuh di pantai menjadi istilah bernadakan ejekan yaitu..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar