Padu padan setelan kemeja, dasi dilengkapi jas, & celana kain yang serba mulus alasannya jilatan permukaan setrika diperkuat sepatu kulit mengkilat niscaya membangun orang pangling. Mereka bakal tidak menyangka, kalau sosok yang berpenampilan necis bak pegawai kantoran ini ialah seseorang tukang bakso keliling.
BERITA TERKAIT
Aksi heroik para fauna menyelamatkan manusia
Kisah Surono, seseorang tunanetra yang punya 184 anak asuh
Ogah rugi, pengajar SD di Sleman jajal semua alat ketika diundang ke markas NASA
Dialah Rinto Daeng Sitaba (32), rakyat orisinal sumber Kabupaten Takalar, Sulsel yang berdomisili di Jalan Tanggul Patompo No 22, Kecamatan Tamalate, Makassar. Tepatnya di tempat tinggal keluarga saudara tertua sepupunya, Nawir Daeng Lau (57) yang ditumpanginya sejak mungil.
Sudah 18 tahun Rinto berjualan bakso keliling membantu bisnis saudara tertua sepupu, Nawir Daeng Lau yang mempunyai tujuh gerobak bakso. Satu dibawa keliling sang Rinto Daeng Sitaba & enam gerobak lagi dibawa sang pekerja lain.
"Berpakaian rapi misalnya ini telah tujuh tahun lamanya. Kalau berpakaian ala koboi baru 3 tahun. Biar jualan baksonya laku," celoteh Rinto Daeng Sitaba ketika ditemui merdeka.com di kediamannya, Rabu (7/3).
Sungguh trik marketing yang cukup jitu alasannya berdasarkan sekian banyak penjual bakso keliling di sekitarnya, baksonya yang paling laku manis. Dikarenakan penampilan Rinto yang menarik perhatian rakyat.
"Sering terdapat calon pembeli mendekati di gerobak bakso gundah cari penjual baksonya. Mereka tidak percaya kalau saya penjualnya. Itu bagi calon pembeli yang baru, atau yang sekadar melintas & minat beli bakso. Kalau telah langganan tentu tidak bertanya lagi," ujar Rinto sembari tertawa.
Bukan hanya penampilan rapi, Rinto jua memperhatikan kebersihan. Tisu selalu tersedia di gerobaknya, baik buat membersihkan ujung botol-botol sambelnya, buat lap tangannya ataukah buat mengusap keringat.
Saat pembeli sepi, Rinto umumnya merapikan rambutnya memakai sisir, membersihkan sepatunya memakai lap kain agar kilat permanen awet.
"Dulu saya suka nonton film James Bond yang selalu rapi. Saya mau misalnya ia, selalu rapi & terlihat gagah," celoteh Rinto seraya menambahkan, buat membeli busana berdasarkan tabungan celengan.
Kebiasaan rapi & bersih, istilah penjual bakso yang telah ditinggal ibunya sejak ia masih duduk di kelas III SD ini ialah warisan berdasarkan almarhum. Sejak mungil selalu diajarkan hidup bersih sehingga meski masih muda, telah dapat mencuci busana & cuci piring sendiri.
Manakala timbul pembeli, ia pun menyapa, "Silakan elok" kalau pembelinya perempuan muda. Sapaan "Oke bosku" kalau pembelinya pria. Sigap ia beri pelayanan sembari bersiul kidung India atau lagu "Wind of Change" milik band legendaris berdasarkan Jerman, Scorpions.
Rinto selalu berusaha ramah kepada para pembeli. Bahkan ketika asyik meracik bakso, ia permanen sempatkan menyahut atau melambaikan tangan membalas sapaan orang yang melintas.
Soal harga baksonya? Meski telah dapat digolongkan rasa bakso resto, Rinto tidak saklek pasang harga. Tergantung pembeli mau beli porsi harga berapa. Untuk porsi komplet ia hargai Rp 10 ribu per mangkuk.
Yang membangun cita rasanya beda ialah empat varian rasa bakso yakni bakso berisi cabai yang dipotong mungil, bakso berisi ati ayam, bakso berisi potongan harga telur & bakso original ditambah sambel kacang tanah yang dilarutkan ke kuah ketika diracik di atas mangkuk.
"Kakak sepupu telah percayakan semua bisnis baksonya ke saya mulai berdasarkan produksi bakso hingga jualnya. Saya sendiri yang ke pasar beli bahan. Hasilnya kita bagi rata. Kerja mulai pagi pukul 05.00 WITA mempersiapkan semuanya kemudian menjual hingga pukul 21.00 hingga 22.00 WITA," celoteh Rinto.
Soal cita-cita, Rinto mengaku tidak pernah bercita-cita tinggi alasannya berasal berdasarkan keluarga miskin. Bapaknya, Daeng Nuntung ialah seseorang tukang becak. Sejak ibunya mati global, semangat sekolahnya pun luntur.
"Tapi saya jangan lupa waktu mungil dulu, mama suka usap-usap kepalaku. Katanya kalau akbar saya jadi tentara," pungkas Rinto Daeng Sitaba, pemuda yang masih bujang ini mengenang masa kecilnya. [cob]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar