[caption id="attachment_221653" align="aligncenter" width="446" caption="Kutipan page yang akan terjadi pencarian google menggunakan ungkap kunci "awas bakso daging babi", diakses 14/12/12 pukul 06.15 WIB."][/caption] Masalah beredarnya produk daging olahan bakso yang dioplos menggunakan daging babi seolah-olah menghembuskan penilaian kurang baik terhadap babi, daging babi atau orang yang mengonsumsi daging babi. Padahal, ihwal sebenarnya dari persoalan "Daging Bakso Oplosan" ini nir bertujuan ke sana. Tadi malam dalam sebuah acara kumpul kalem saya bareng beberapa teman sempat membincangkan ramainya pemberitaan media yang memasang judul senada "Awas! Bakso Dioplos Daging Babi". Sekilas judul-judul yang digunakan banyak stasiun televisi & page koran itu (redaksinya variatif) nir bermasalah, namun dari segi bahasa, ada kesamaan judul-judul tersebut mendiskreditkan mereka yang mengonsumsi daging babi. Munculnya ungkap "Awas!" lengkap menggunakan menerangkan pentung mengisyaratkan peringatan, seruan menghindari, & waspada terhadap bahaya. Tentu saja yang dimaksud merupakan karena bakso dioplos menggunakan daging babi (celeng). Bagi pemirsa muslim atau Buddha pemakan non-daging ini nir persoalan. Tapi bagi warga Kristen, Katolik, Hindu & beragama lainnya, sanggup saja ada kesamaan generalisasi yang dilakukan media. Mereka yang nir mempunyai persoalan menggunakan daging babi tentu nir ingin ditujukan menggunakan ungkap "awas!" yang isyarat maknanya kental menggunakan "bahaya" atau "jelek". Apakah daging babi itu jelek? << Pertanyaan pertama. Munculnya judul-judul redaksi info menggunakan ungkap seruan bahaya seperti itu seakan-akan kurang mempertimbangkan kemajemukan warga kita, yang dalam kenyataannya, sangat mendapatkan disparitas. Apakah info "bakso oplosan" ini ditujukan hanya buat pemirsa Muslim? << Pertanyaan kedua. Nah, buat pertanyaan ini kiranya sanggup pribadi dijawab. Tidak. Tapi menggunakan penulisan judul info yang masif menggunakan nyaris senada itu, apakah nir ada kesan mengenyampingkan gerombolan warga konsumen daging babi? << Pertanyaan ketiga. Dalam gambar gambaran yang saya rekam di atas, hampir semua baris yang akan terjadi pencarian Google buat frasa "awas bakso daging babi" memunculkan info dari page ternama di banyak tempat. Hasil yang sama keluar buat ungkap kunci "awas bakso babi" & "awas bakso". Hasil variatif baru timbul dalam ungkap kunci "bakso daging babi". Masifnya pemberitaan ihwal bakso daging oplosan dalam kenyataannya memengaruhi nir hanya penilaian warga jakarta khususnya Cipete terhadap bakso dagangan, akan tetapi daging babi itu sendiri. Konten info terkait bakso oplosan daging babi ini nir berimbang karena sporadis sekali mengisyaratkan tujuan atau pangsa pemirsa. Padahal, info daging oplosan babi sarat distrosi pandangan agamis atau gerombolan spiritual tertenti yang diterima keberadaannya di Indonesia secara konstitusional & sosial. Media dalam hal ini keliru dikarenakan telah hiperbola menyantumkan ungkap-ungkap peringatan yang seolah-olah menggiring opini publik bahwa daging babi itu jelek. Semalam dalam program Suara Anda Metro TV seseorang penelepon dari Depok mengomentari info menggunakan judul yang senada menggunakan beberapa tertulis di atas. Si penelepon menyatakan kekhawatirannya atas beredarnya bakso oplosan daging babi. Kemudian beliau mengungkapkan jati dirinya yang mengaku haram mengonsumsi babi, & mengaku semestinya nir ada bakso oplosan daging babi yang dijual. Menyadari mungkin penelepon tersebut keliru menyampaikan pandangan, pembawa acara Fessy Alwi lekas menyela menggunakan berkata, "Tapi ini dalam dasarnya dalam persoalan penipuannya, Bu. Bukan daging babinya." (pertanyaan 1 terjawab). Kecermatan Fessy Alwi buat merespon opini publik yang kadung terbentuk oleh stasiun televisi tempatnya tampil nisbi melegakan. Paling nir, terdapat media yang menyadarkan bahwa info-info terkait SARA seperti ini sangat berpotensi distorsi penilaian sosial & konteks keberagaman sanggup terganggu. Bahasa Penilaian Ada bahasa-bahasa yang jikalau dipergunakan akan pribadi memproduksi opini publik ke arah negatif. Sebaliknya tentu saja ada maupun yang pribadi menunjuk positif. Fenomena tua yang dalam ungkap analis bahasa Samsudin Berlian diklaim "nasib ungkap" menilai beberapa ungkap yang nasibnya terbentuk jelek dalam waktu yang lama hanya karena media terlalu tidak sporadis mengulangnya. Ingat ungkap-ungkap & frasa-frasa berikut? PSSI & KPSI, seronok, Mafia, makelar, celeng, babi, oplosan, gerombolan, nikah siri. Kata-ungkap di atas punya makna positif & netral, tetapi dalam pemahaman sosial kekinian lebih cenderung dimaknai menggunakan situasi atau kondisi yang negatif. Kata mafia selama satu abad terakhir dikerdilkan maknanya menjadi serikat yang merencanakan & melakukan pencapaian laba menggunakan kejahatan. Pemaknaan sama kemudian disadur ke dalam banyak kamus, termasuk KBBI. Padahal, mafia dalam pengertian awalnya dari Cambridge Advanced Learner's Dictionary merupakan sekelompok orang yang terlibat dalam aktivitas yang sama & saling menguntungkan. Perjalanan sejarah mengganti paras ungkap mafia menjadi penjahatkarena memang dalam kenyataannya banyak kejahatan akbar terungkap didalangi oleh sekelompok orang. Nasib sama terjadi buat ungkap makelar & nikah siri. Seronok lebih "sial" lagi karena kadung diartiken jelek (vulgar, nir etis, terbuka, dsb.) & melenceng dari arti aslinya yang menarik, elok. Lantas, apakah PSSI & KPSI akan berpotensi dimaknai sebagai perseturuan 2 mafia? Kasus daging oplosan & bakso daging babi sejatinya nir berpotensi pengerdilan sudut penilaian bahasa kalau media nir latah menjadi berapi-barah dalam menebak anggapan publik. Hingga ketika ini tentu masih banyak orang muslim & nonmuslim yang berpikiran jernih bahwa meskipun bakso dioplos daging babi, kalau diperdagangkan secara terbuka & jujur mutlak nir menjadi persoalan. Bukan bakso daging babinya yang bermasalah, melainkan penipuannya. Fessy Alwi sudah bekerja menggunakan baik dalam hal ini, stasiun TV lain atau page-page info lain wajib berpikiran sama. Bahasa penilaian tidak sporadis kali penuh makar. Kejernihan pikiran diperlukan jikalau kita nir mau terjebak dalam penggiringan opini yang luput menilai secara berimbang.
Selasa, 24 Oktober 2017
Bakso Babi & Bahasa Penilaian
[caption id="attachment_221653" align="aligncenter" width="446" caption="Kutipan page yang akan terjadi pencarian google menggunakan ungkap kunci "awas bakso daging babi", diakses 14/12/12 pukul 06.15 WIB."][/caption] Masalah beredarnya produk daging olahan bakso yang dioplos menggunakan daging babi seolah-olah menghembuskan penilaian kurang baik terhadap babi, daging babi atau orang yang mengonsumsi daging babi. Padahal, ihwal sebenarnya dari persoalan "Daging Bakso Oplosan" ini nir bertujuan ke sana. Tadi malam dalam sebuah acara kumpul kalem saya bareng beberapa teman sempat membincangkan ramainya pemberitaan media yang memasang judul senada "Awas! Bakso Dioplos Daging Babi". Sekilas judul-judul yang digunakan banyak stasiun televisi & page koran itu (redaksinya variatif) nir bermasalah, namun dari segi bahasa, ada kesamaan judul-judul tersebut mendiskreditkan mereka yang mengonsumsi daging babi. Munculnya ungkap "Awas!" lengkap menggunakan menerangkan pentung mengisyaratkan peringatan, seruan menghindari, & waspada terhadap bahaya. Tentu saja yang dimaksud merupakan karena bakso dioplos menggunakan daging babi (celeng). Bagi pemirsa muslim atau Buddha pemakan non-daging ini nir persoalan. Tapi bagi warga Kristen, Katolik, Hindu & beragama lainnya, sanggup saja ada kesamaan generalisasi yang dilakukan media. Mereka yang nir mempunyai persoalan menggunakan daging babi tentu nir ingin ditujukan menggunakan ungkap "awas!" yang isyarat maknanya kental menggunakan "bahaya" atau "jelek". Apakah daging babi itu jelek? << Pertanyaan pertama. Munculnya judul-judul redaksi info menggunakan ungkap seruan bahaya seperti itu seakan-akan kurang mempertimbangkan kemajemukan warga kita, yang dalam kenyataannya, sangat mendapatkan disparitas. Apakah info "bakso oplosan" ini ditujukan hanya buat pemirsa Muslim? << Pertanyaan kedua. Nah, buat pertanyaan ini kiranya sanggup pribadi dijawab. Tidak. Tapi menggunakan penulisan judul info yang masif menggunakan nyaris senada itu, apakah nir ada kesan mengenyampingkan gerombolan warga konsumen daging babi? << Pertanyaan ketiga. Dalam gambar gambaran yang saya rekam di atas, hampir semua baris yang akan terjadi pencarian Google buat frasa "awas bakso daging babi" memunculkan info dari page ternama di banyak tempat. Hasil yang sama keluar buat ungkap kunci "awas bakso babi" & "awas bakso". Hasil variatif baru timbul dalam ungkap kunci "bakso daging babi". Masifnya pemberitaan ihwal bakso daging oplosan dalam kenyataannya memengaruhi nir hanya penilaian warga jakarta khususnya Cipete terhadap bakso dagangan, akan tetapi daging babi itu sendiri. Konten info terkait bakso oplosan daging babi ini nir berimbang karena sporadis sekali mengisyaratkan tujuan atau pangsa pemirsa. Padahal, info daging oplosan babi sarat distrosi pandangan agamis atau gerombolan spiritual tertenti yang diterima keberadaannya di Indonesia secara konstitusional & sosial. Media dalam hal ini keliru dikarenakan telah hiperbola menyantumkan ungkap-ungkap peringatan yang seolah-olah menggiring opini publik bahwa daging babi itu jelek. Semalam dalam program Suara Anda Metro TV seseorang penelepon dari Depok mengomentari info menggunakan judul yang senada menggunakan beberapa tertulis di atas. Si penelepon menyatakan kekhawatirannya atas beredarnya bakso oplosan daging babi. Kemudian beliau mengungkapkan jati dirinya yang mengaku haram mengonsumsi babi, & mengaku semestinya nir ada bakso oplosan daging babi yang dijual. Menyadari mungkin penelepon tersebut keliru menyampaikan pandangan, pembawa acara Fessy Alwi lekas menyela menggunakan berkata, "Tapi ini dalam dasarnya dalam persoalan penipuannya, Bu. Bukan daging babinya." (pertanyaan 1 terjawab). Kecermatan Fessy Alwi buat merespon opini publik yang kadung terbentuk oleh stasiun televisi tempatnya tampil nisbi melegakan. Paling nir, terdapat media yang menyadarkan bahwa info-info terkait SARA seperti ini sangat berpotensi distorsi penilaian sosial & konteks keberagaman sanggup terganggu. Bahasa Penilaian Ada bahasa-bahasa yang jikalau dipergunakan akan pribadi memproduksi opini publik ke arah negatif. Sebaliknya tentu saja ada maupun yang pribadi menunjuk positif. Fenomena tua yang dalam ungkap analis bahasa Samsudin Berlian diklaim "nasib ungkap" menilai beberapa ungkap yang nasibnya terbentuk jelek dalam waktu yang lama hanya karena media terlalu tidak sporadis mengulangnya. Ingat ungkap-ungkap & frasa-frasa berikut? PSSI & KPSI, seronok, Mafia, makelar, celeng, babi, oplosan, gerombolan, nikah siri. Kata-ungkap di atas punya makna positif & netral, tetapi dalam pemahaman sosial kekinian lebih cenderung dimaknai menggunakan situasi atau kondisi yang negatif. Kata mafia selama satu abad terakhir dikerdilkan maknanya menjadi serikat yang merencanakan & melakukan pencapaian laba menggunakan kejahatan. Pemaknaan sama kemudian disadur ke dalam banyak kamus, termasuk KBBI. Padahal, mafia dalam pengertian awalnya dari Cambridge Advanced Learner's Dictionary merupakan sekelompok orang yang terlibat dalam aktivitas yang sama & saling menguntungkan. Perjalanan sejarah mengganti paras ungkap mafia menjadi penjahatkarena memang dalam kenyataannya banyak kejahatan akbar terungkap didalangi oleh sekelompok orang. Nasib sama terjadi buat ungkap makelar & nikah siri. Seronok lebih "sial" lagi karena kadung diartiken jelek (vulgar, nir etis, terbuka, dsb.) & melenceng dari arti aslinya yang menarik, elok. Lantas, apakah PSSI & KPSI akan berpotensi dimaknai sebagai perseturuan 2 mafia? Kasus daging oplosan & bakso daging babi sejatinya nir berpotensi pengerdilan sudut penilaian bahasa kalau media nir latah menjadi berapi-barah dalam menebak anggapan publik. Hingga ketika ini tentu masih banyak orang muslim & nonmuslim yang berpikiran jernih bahwa meskipun bakso dioplos daging babi, kalau diperdagangkan secara terbuka & jujur mutlak nir menjadi persoalan. Bukan bakso daging babinya yang bermasalah, melainkan penipuannya. Fessy Alwi sudah bekerja menggunakan baik dalam hal ini, stasiun TV lain atau page-page info lain wajib berpikiran sama. Bahasa penilaian tidak sporadis kali penuh makar. Kejernihan pikiran diperlukan jikalau kita nir mau terjebak dalam penggiringan opini yang luput menilai secara berimbang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar